Menyambut Buah Hati Berkualitas- Persiapan Pra-Nikah Untuk Mencegah Stunting

by

gpuser

March 27, 2025

Kehadiran seorang anak dalam keluarga merupakan dambaan setiap pasangan suami istri. Tidak ada pasangan yang tidak menginginkan keturunan, karena sejatinya salah satu tujuan pernikahan adalah untuk memperoleh keturunan. Bahkan menjaga keturunan juga bagian dari maqasid syari’ah (tujuan syariat) yakni hifzun nasl.

Setiap orang tua tentunya menginginkan anaknya menjadi generasi berkualitas yang berguna untuk agama dan bangsa. Generasi berkualitas adalah generasi yang kuat secara fisik, psikis, mental dan spiritual. Seluruh aspek ini saling berkaitan satu sama lainnya dan memberikan pengaruh bagi kehidupan sang buah hati di masa mendatang.

Menyambut Buah Hati Berkualitas

Ada satu isu yang menarik dibahas saat ini, yaitu persoalan stunting yang telah menjadi permasalahan serius yang dihadapi umat manusia.

Dilansir dari situs Kemenkes RI, Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran).

Stunting masih menjadi masalah serius yang dihadapi Indonesia. Berdasarkan data survei status gizi nasional (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia di angka 21,6%. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 24,4%. Walaupun menurun, angka tersebut masih tergolong tinggi, mengingat target prevalensi stunting di tahun 2024 sebesar 14% standard WHO di bawah 20%.

Stunting mengakibatkan generasi yang lahir menjadi generasi yang lemah secara fisik dan perkembangan otak yang lamban. Kondisi ini jika terus dibiarkan tentunya akan mengancam masa depan generasi bangsa.

Jauh hari sebelum stunting ramai dibicarakan, Islam telah mengingatkan para orang tua untuk mendidik generasi unggul, hebat dan kuat. Perintah ini telah tercermin dalam firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 9:

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا 

Artinya; Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya.

Baik dan buruknya tumbuh kembang seorang anak  tidak terlepas dari peran orang tua sebagai madrasah al-ula (sekolah pertama). Orang tua berperan penting dalam pembentukan mental, fisik dan spiritual anak.  Bahkan jauh hari sebelum menikah, calon pengantin harus melakukan perencanaan yang matang demi menggapai rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah yang di dalamnya terdapat keturunan yang berkualitas.

Ada sebuah syair yang begitu populer mengenai peran ibu dalam mendidik generasi berkualitas.

الأُم مَدْرَسَةُ الْأُوْلَى إِذَا أَعْدَدْتَهَا أَعْدَدْتَ شَعْبًا طَيِبَ الْأعْرَاقِ

Artinya: “Ibu adalah sekolah pertama bagi keluarganya. Jika engkau menyiapkannya dengan baik, maka engkau telah menyiapkan generasi yang berakhlak mulia”.

Pembentukan buah hati berkualitas dipengaruhi beberapa faktor, antara lain; keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat, negara dan global. Keluarga sebagai institusi pertama bagi anak memegang peran penting dalam pembentukan karakterdan pola pikirnya. Pola asuh dan asupan gizi yang diberikan oleh keluarga akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak menjadi generasi yang berkualitas atau menjadi generasi yang lemah secara fisik, mental dan spiritual.

Sejatinya, Islam juga menghendaki keturunan yang dilahirkan adalah keturunan yang kuat secara spiritual, fisik dan mental. Sebagaimana sabda Nabi saw:

الْـمُؤْمِنِ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan,” (HR. Muslim)

***

Unicef Framework menjelaskan, setidaknya ada dua penyebab terjadinya stunting yakni faktor penyakit dan asupan zat gizi.  

Islam telah mengajarkan umatnya untuk menjalani pola hidup sehat dan mengkonsumsi makanan yang halal dan baik. Tentu pengajaran Islam tersebut bisa menjadi referensi untuk melahirkan generasi yang berkualitas dan kuat serta jauh dari stunting.

Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Baqarah Ayat 168


يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ  

Hai manusia , makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksud ayat tersebut yakni, Allah menjelaskan bahwa Dia maha pemberi rezeki bagi seluruh makhluk-Nya. Dalam hal pemberian nikmat, Allah menyebutkan bahwa Dia telah membolehkan manusia untuk memakan segala yang ada di muka bumi, yaitu makanan yang halal, baik, dan bermanfaat bagi dirinya serta tidak membahayakan bagi tubuh dan akal pikirannya.

Kekurangan asupan gizi notabenenya diakibatkan karena buruknya kondisi finansial pasangan pengantin dan kurangnya pengetahuan pengantin tentang pernikahan. Faktor ekonomi mengakibatkan pemberian asupan yang kurang memadai bagi anak.

Cegah Stunting dengan Beberapa Langkah Pra-Nikah

Rencanakan Pernikahan

Pernikahan sebagai salah satu ibadah terpanjang yang akan dijalani oleh pasangan suami istri tentunya membutuhkan perencanaan yang matang. Para calon pengantin harus merencanakan sebaik mungkin tentang pernikahan, tempat tinggal dan finansial mereka setelah menikah.

Perencanaan finansial pra-nikah sangat dibutuhkan agar keuangan rumah tangga dapat dikelola dengan baik. Dengan adanya perencanaan finansial, pasangan suami istri akan lebih siap dalam menjalani rumah tangga termasuk dalam memenuhi berbagai asupan yang baik untuk ibu dan si buah hati.

Islam juga menganjurkan para pemuda untuk menikah ketika dalam kondisi telah siap secara finansial.  Nabi saw bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

Artinya:

Wahai sekalian pemuda, barang siapa di antara kalian yang telah mampu menikah, maka hendaklah ia menikah, karena ia lebih bisa menundukkan pandangan, dan lebih bisa menjaga kemaluan. Namun barang siapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa, sebab hal itu dapat menjadi penghalang baginya (HR Muslim)

Dalam kitab Al Minhaj Syarah Shahih Muslim karangan Imam An Nawawi disebutkan bahwa lafaz الْبَاءَةَ dalam hadistersebut bermakna kebutuhan keluarga. Maka arti hadis tersebut adalah ‘siapa yang sudah mampu di antara kalian memenuhi kebutuhan keluarga, maka menikahlah’.

Islam mengajarkan bahwa seorang suami berkewajiban untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Sedangkan seorang istri bertugas mengelola  rumah tangganya, mengurus anak-anaknya termasuk menyediakan asupan terbaik bagi anak-anaknya.

Nabi saw bersabda

وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

Dan seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR Al Bukhari )

Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 85 disebutkan bahwa kewajiban utama seorang istri adalah berbakti lahir dan batin di dalam batas-batas yang dibenarkan dalam hukum Islam. Kemudian, istri memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-sehari dengan sebaik-baiknya.

Calon Pengantin Harus Siap Secara Mental, Fisik, Materi, dan Wawasan

Menikah bukan sebuah eksperimen, di mana ketika terjadinya error bisa dilakukan try again. Lebih dari itu, ketidak siapan calon pengantin dalam menjalani pernikahan akan mengakibatkan penyesalan di kemudian hari, terutama ketika si buah hati tidak tumbuh sebagaimana yang diharapkan.

Menjalani pernikahan tidak cukup dengan kesiapan fisik semata, namun juga dibutuhkan kesiapan materi, mental, dan wawasan.

Ketika seorang pria dan wanita memilih untuk menikah, maka mereka harus siap menghadapi berbagai persoalan yang timbul dalam pernikahan. Berbagai persiapan harus dilakukan, termasuk memperdalam wawasan tentang pernikahan dan pencegahan stunting. Dengan memahami kiat pencegahan stunting, maka mereka dapat melakukan pencegahan dini sebelum melangsungkan pernikahan.

Para calon pengantin harus menyadari bahwa setelah menikah mereka akan menjalani kehidupan baru yang penuh dengan tanggung jawab. Mereka harus memahami antara hak dan kewajiban mereka selaku seorang suami istri dan juga sebagai orang tua. Tanggung jawab yang terpenting adalah bagaimana mereka menyiapkan generasi berkualitas yang mampu menjalani kehidupan yang baik di masa yang akan datang.

Menikah di Usia Ideal

Pernikahan di bawah umur merupakan salah satu faktor penyebab stunting, ketika anak  di bawah umur menikah dalam kondisi yang tidak siap secara fisik dan mental, maka mereka melahirkkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan ditakutkan terjadinya stunting.

Untuk mencegah stunting membutuhkan upaya dan kerjasama semua stakeholder termasuk orang tua para pengantin. Maraknya pernikahan anak di bawah umur mengindikasikan kurangnya pemahaman orang tua dan calon pengantin tentang dampak yang ditimbulkan dari pernikahan di bawah umur.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, umur menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun. Sedangkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menyarankan usia menikah bagi perempuan minimal 21 tahun dan usia menikah bagi laki-laki minimal 25 tahun.

Menerapkan Pola Hidup Sehat

Para calon pengantin harus membiasakan diri untuk menerapkan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal, baik dan bergizi, berolahraga, serta membiasakan diri untuk menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan sekitar. Pencegahan stunting dapat dilakukan dengan memberikan asupan gizi yang baik sejak masakehamilan dan menjaga kebersihan lingkungan.

Pola hidup sehat juga dianjurkan dalam Islam. Hal itu dapat dilihat dalam sejumlah nash baik Alquran maupun hadis Nabi saw. Allah Swt berfirman dalam surat Al-Furqan ayat 47

وَهُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الَّيْلَ لِبَاسًا وَّالنَّوْمَ سُبَاتًا وَّجَعَلَ النَّهَارَ نُشُوْرًا

Dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai) pakaian dan tidur untuk istirahat. Dia menjadikan siang untuk bangkit berusaha.

Ayat di atas menjelaskan betapa pentingnya tidur di malam hari untuk mengistirahatkan tubuh yang lelah setelah beraktivitas sepanjang hari. Hal ini erat kaitannya dengan penerapan pola hidup sehat.

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna وَّالنَّوْمَ سُبَاتًا yaitu berhenti beraktivitas untuk mengistirahatkan badan. Karena anggota badan akan lelah disebabkan banyak aktivitas saat bertebaran di siang hari untuk mencari penghidupan. Jika tiba waktu malam dan ia tinggal, maka berhentilah berbagai aktivitas tersebut dan istirahat, lalu tercapailah tidur yang merupakan pengistirahatan badan dan ruh bersama-sama.

Islam telah mengajarkan kita untuk mendidik generasi yang hebat, unggul dan kuat serta tidak meninggalkan keturunan dalam kondisi lemah.  Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 9 “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya”

Sejatinya pesan dari ayat ini dapat memupuk semangat kita untuk menjaga dan mengasuh anak-anak dengan pola asuh terbaik. Sehingga generasi yang kita didik hari ini kelak menjadi generasi berkualitas yang kuat secara fisik, psikis, mental dan spiritual. Wallahu a’lam.

Penulis: El Fadhil

 

Baca juga:

Apa Hukum Puasa bagi Anak-anak?